Bel pulang berbunyi
nyaring bertanda jam pelajaran telah usai. Cuaca yang sedemikian panas tak
menyurutkan niat para siswa SMA Harapan untuk bergegas pulang ke rumah. Wina
sendiri sudah membereskan buku-bukunya. Sedangkan Amel masih berkutat pada buku
catatanya lalu sesekali menoleh ke papan tulis.
“Makanya kalo nulis
jangan kayak kura-kura.” Dengan gemas Wina menjitak kepala Amel. “Duluan ya,
Mel. Disuruh nyokap pulang cepet nih!” Amel hanya mendengus lalu kembali sibuk
dengan catatanya.
Saat Wina membuka
pintu kelas, seseorang ternyata juga membuka pintu kelasnya dari luar. “Eh,
sori..” ucap Wina kikuk. Tapi begitu sadar siapa orang yang ada di depannya,
Wina langsung ngasi tampang jutek kepada orang itu. “Ngapaen lo kesini? Masih
sakit kakinya? Apa cuma dilebih-lebihin biar kemaren pulang cepet? Hah? Jadi
cowok kok banci baget!!!”
Jujur Alex udah bosen
kayak gini terus sama Wina. Dia pengen hubungannya dengan Wina bisa kembali
seperti dulu. “Nggak usah cari gara-gara deh. Gue cuma mau cari Amel.” ucap
Alex dingin sambil celingak celinguk mencari Amel. “Hey Mel!” ucap Alex riang
begitu orang yang dicarinya nongol.
“Hey juga. Jadi nih
sekarang?” Amel sejenak melirik Wina. Lalu dilihatnya Alex mengangguk bertanda
mengiyakan. “Win, kita duluan ya,” ujar Amel singkat.
Wina hanya benggong
lalu dengan cepat mengangguk. Dipandangi Amel dan Alex yang kian jauh. Entah
kenapa, perasaanya jadi aneh setiap melihat mereka bersama. Seperti ada yang
sakit di suatu organ tubuhnya. Biasanya Alex selalu mencari masalah dengannya.
Namun kini berbeda. Alex tidak menggodanya dengan cemohan atau ejekan khasnya.
Alex juga tidak menatapnya saat ia bicara. Seperti ada yang hilang. Seperti ada
yang pergi dari dirinya.
***
Byuuurr.. Fanta rasa
stowberry menggalir deras dari rambut Wina hingga menetes ke kemeja putihnya.
Wina nggak bisa melawan. Ia kini ada di WC perempuan. Apalagi ini jam terakhir.
Nggak ada yang akan bisa menolongnya sampai bel pulang berbunyi.
“Maksud lo apa?”
bentak Wina menantang. Ia nggak diterima di guyur kayak gini.
“Belum kapok di guyur
kayak gini?” balas cewek tersebut sambil menjambak rambut Wina. “Tha, mana
fanta jeruk yang tadi?” ucap cewek itu lagi, tangan kanannya masih menjambak
rambut Wina. Thata langsung memberi satu botol fanta jeruk yang sudah terbuka.
“Lo mau gue siram
lagi?” tanya cewek itu lagi.
Halo??!! Nggak usah
ditanya pun, orang bego juga tau. Mana ada orang yang secara sukarela mau
berbasah ria dengan fanta stroberry atau pun jeruk? Teriak Wina dalam hati. Ia
tau kalau cewek di depannya ini bernama Linda. Linda terkenal sesaentro sekolah
karena keganasannya dalam hal melabrak orang. Yeah, dari pada ngelawan terus
sekarat masuk rumah sakit, mending Wina diem aja. Ia juga tau kalo Linda satu
kelas dengan Alex. Wait, wait.. Alex??? Jangan-jangan dia biang keladinya. Awas
lo Lex, sampe gue tau lo biang keroknya. Gue bakal ngamuk entar di kelas lo!
“Gue rasa, gue nggak
ada masalah ama lo.” teriak Wina sambil mendorong Linda dengan sadisnya. Wina
benar-benar nggak tahan sama perlakuan mereka. Bodo amat gue masuk rumah sakit.
Yang jelas ni nenek lampir perlu dikasi pelajaran.
Kedua teman Linda,
Thata dan Mayang dengan sigap mencoba menahan Wina. Tapi Wina malah
memberontak. “Buruan Lin, ntar kita ketahuan.” kata Mayang si cewek sawo
mateng.
Selang beberapa
detik, Linda kembali mengguyur Wina dengan fanta jeruk. “Jauhin Alex. Gue tau
lo berdua temenan dari SMP! Dulu lo pernah nolak Alex. Tapi kenapa lo sekarang
nggak mau ngelepas Alex?!!”
“Maksud lo?” ledek
Wina sinis. “Gue nggak kenal kalian semua. Asal lo tau gue nggak ada apa-apa
ama Alex. Lo nggak liat kerjaan gue ama tuh cowok sinting cuma berantem?”
Plaakk.. Tamparan
mulus mendarat di pipi Wina. “Tapi lo seneng kan?” teriak Linda tepat disebelah
kuping Wina. Kesabaran Wina akhirnya sampai di level terbawah.
Buuugg! Tonjokan Wina
mengenai tepat di hidung Linda. Linda yang marah makin meledak. Perang dunia
pun tak terelakan. Tiga banding satu. Jelas Wina kalah. Tak perlu lama, Wina
sudah jatuh terduduk lemas. Rambutnya sudah basah dan sakit karena dijambak,
pjpinya sakit kena tamparan. Kepalanya terasa pening.
“Beraninya cuma
keroyokan!” bentak seorang cowok dengan tegas. Serempak trio geng labrak
menoleh untuk melihat orang itu, Wina juga ingin, tapi tertutup oleh Linda.
Dari suaranya Wina sudah tau. Tapi Ia nggak tau bener apa salah.
“Pergi lo semua.
Sebelum gue laporin.” ujar cowok itu singkat. Samar-samar Wina melihat geng
labrak pergi dengan buru-buru. Lalu cowok tadi menghampiri Wina dan membantunya
untuk berdiri. “Lo nggak apa-apa kan, Win?”
“Nggak apa-apa dari
hongkong!?”
***
Hujan rintik-rintik
membasahi bumi. Wina dan Alex berada di ruang UKS. Wina membaringkan diri
tempat tidur yang tersedia di UKS. Alex memegangi sapu tangan dingin yang
diletakkan di sekitar pipi Wina. Wina lemas luar biasa. Kalau dia masih punya
tenaga, dia nggak bakalan mau tangan Alex nyentuh pipinya sendiri. Tapi karena
terpaksa. Mau gimana lagi.
“Ntar lo pulang
gimana?” tanya Alex polos.
“Nggak gimana-mana.
Pulang ya pulang.” jawab Wina jutek. Rasanya Wina makin benci sama yang namanya
Alex. Gara-gara Alex dirinya dilabrak hidup-hidup. Tapi kalau Alex nggak
datang. Mungkin dia bakal pingsan duluan sebelum ditemukan.
“Tadi itu cewek lo
ya?” ucap Wina dengan wajah jengkel.
“Nggak.”
“Trus kok dia malah
ngelabrak gue? Isi nyuruh jauhin lo segala. Emang dia siapa? “ rutuk Wina kesal
seribu kesal. Ups! Kok gue ngomong kayak gue nggak mau jauh-jauh ama Alex.
Aduuuhh…
Alex sejenak
tersenyum. “Dia tuh cewek yang gue tolak. Jadi dia tau semuanya tentang gue dan
termasuk tentang lo” ucap Alex sambil menunjuk Wina.
Wina diam. Dia nggak
tau harus ngapain setelah Alex menunjuknya. Padahal cuma nunjuk. “Ntar bisa
pulang sendiri kan?” tanya Alex.
“Bisalah. Emang lo
mau nganter gue pulang?”
“Emang lo kira gue
udah lupa sama rumah lo? Jangan kira lo nolak gue terus gue depresi terus
lupaen segala sesuatu tentang diri lo. Gue masih paham bener tentang diri lo.
Malah perasaan gue masi sama kayak dulu.” jelas Alex sejelas-selasnya. Alex
pikir sekarang udah saatnya ngungkapin unek-uneknya.
“Lo ngomong kayak
gitu lagi, gue tonjok jidat lo!” ancam Wina. Nih orang emang sinting. Gue baru
kena musibah yang bikin kepala puyeng, malah dikasi obrolan yang makin puyeng.
“Perasaan gue masih
kayak dulu, belum berubah sedikit pun. Asal lo tau, gue selalu cari gara-gara
ama lo itu ada maksudnya. Gue nggak pengen kita musuhan, diem-dieman, atau
apalah. Pas lo nolak gue, gue nggak terima. Tapi seiring berjalannya waktu,
kita dapet sekolah yang sama. Gue coba buat nerima. Tapi nggak tau kenapa lo
malah diemin gue. Akhirnya gue kesel, dan tanpa sadar gue malah ngajakin lo
berantem.” Sejenak Alex menanrik nafas. “Lo mau nggak jadi pacar gue? Apapun
jawabannya gue terima.”
Hening sejenak
diantara mereka berdua. “Kayaknya gue pulang duluan deh.” Ucap Wina sambil
buru-buru mengambil tasnya. Inilah kebiasaan Wina, selalu mengelak selalu
menghindar pada realita. Ia bener-bener nggak tau harus ngapaen. Dulu ia nolak
Alex karena Amel juga suka Alex. Tapi sekarang?
“Besok gue udah nggak
sekolah disini. Gue pindah sekolah.” Alex berbicara tepat saat Wina sudah
berada di ambang pintu UKS.
Wina diam tak sanggup
berkata-kata. Dilangkahkan kakinya pergi meninggalkan UKS. Meninggalkan Alex
yang termenung sendiri.
***
Kelas masih sepi.
Hanya ada beberapa murid yang baru datang. Diliriknya bangku sebelah. Amel
belum datang. Wina sendiri tumben datang pagi. Biasanya ia datang 5 menit
sebelum bel, disaat kelas sudah padat akan penduduk. Semalam Wina nggak bisa
tidur. Entah kenapa bayangan Alex selalu terbesit di benaknya. Apa benar Alex
pindah sekolah? Kenapa harus pindah? Peduli amat Alex mau pindah apa nggak,
batin Wina. “Argggg… Kenapa sih gue mikir dia terus?”
“Mikirin Alex maksud
lo?” ucap Amel tiba-tiba udah ada disamping Wina. “Nih hadiah dari pangeran
lo.” Dilihatnya Amel mengeluarkan kotak biru berukuran sedang. Karena penasaran
dengan cepat Wina membuka kotak tersebut. Isinya bingkai foto bermotif rainbow
dengan foto Wina dan Alex saat mengikuti MOS SMP didalamnya. Terdapat sebuah
kertas. Dengan segera dibacanya surat tersebut.
Dear wina,
Inget ga pertama kali kita kenalan? Pas itu lo nangis
gara-gara di hukum ama osis. Dalam hati gue ketawa, kok ada sih cewek cengeng
kayak gini? Hehe.. kidding. Lo dulu pernah bilang pengen liat pelangi tapi ga
pernah kesampaian. Semoga lo seneng sama pelangi yang ada di bingkai foto.
Mungkin gue ga bisa nunjukin pelangi saat ini coz gue harus ikut ortu yang
pindah tugas. Tapi suatu hari nanti gue bakal nunjukin ke lo gimana indahnya
pelangi. Tunggu gue dua tahun lagi. Saat waktu itu tiba, ga ada alasan buat lo
ga mau jadi pacar gue.
“Kenapa lo nggak mau
nerima dia? Gue tau lo suka Alex tapi lo nggak mau nyakitin gue.” sejenak Amel
tersenyum. “Percaya deh, sekarang gue udah nggak ada rasa sama Alex. Dia cuma
temen kecil gue dan nggak akan lebih.”
“Thanks Mel. Lo emang
sahabat terbaik gue.” ucap Wina tulus. “Tapi gue tetap pada prinsip gue.”
Amel terlihat
menerawang. “Jujur, waktu gue tau Alex suka sama lo dan cuma nganggep gue
sebagai temen kecilnya. Gue pengen teriak sama semua orang, kenapa dunia nggak
adil sama gue. Tapi seiring berjalannya waktu gue sadar kalo nggak semua yang
kita inginkan adalah yang terbaik untuk kita.” senyum kembali menghiasi wajah
mungilnya. “Dan lo harus janji sama gue kalo lo bakal jujur tentang persaan lo
sama Alex. Janji?” lanjut Amel sambil mengangkat jari kelingkingnya.
Ingin rasanya Wina
menolak. Amel terlalu baik baginya. Dia sendiri tau sampai saat ini Amel belum
sepenuhnya melupakan Alex. Tapi Wina juga tak ingin mengecewakan Amel. Berlahan
diangkatnya jari kelingkingnya.
“Janji..” gumam Wina
lirih.
***
By : Rai Inamas Leoni
TTL : Denpasar, 08
Agustus 1995
Sekolah : SMA Negeri
7 Denpasar
Blog :
raiinamas.blogspot.com
Posted By : Izanun Mushofiyah
0 komentar:
Posting Komentar